Beranda Cerpen Informasi Soal Online Kelas VI Soal Online Kelas V Soal Online Kelas IV Soal PH Soal PTS Soal PAS Soal Matematika Soal Literasi Soal Numerasi Soal US Artikel Perangkat KBM Materi Kelas VI Materi Kelas V Materi Kelas IV Motivasi Solusi Profile Contact

Rabu, 12 Januari 2022

Narasuma Sang Pengawal

kera, pengawal, cerpen, cerita fiksi
Disuatu hari yang cerah, putra raja dan istrinya berjalan-jalan ke taman yang indah. Pasangan mempelai itu ingin beristirahat. Seekor kera bernama Narasuma dipercaya menjadi pengawal.

Kera itu sangat patuh. Ia tidak pernah goyang memegang payung pelindung tuannya. Di sepanjang jalan ia selalu tersenyum, menoleh ke kiri dan ke kanan. "Akulah pengawal yang dipercaya dan paling disayang pangeran," katanya.


Bunga-bunga seisi taman berseri-seri melihat ketampanan pasangan mempelai itu. Busananya yang dibuat dari kain sutra, berwarna gemerlapan. Bunga bakung kuning yang baru berkembang menengadahkan lehernya. Ia memberitahu bunga terompet dan bunga teratai agar menyaksikan pemandangan yang menarik itu.

Bunga-bunga sangat geli melihat kelucuan kera. Kera itu melangkah tegak, mengayunkan kaki tinggi-tinggi dan menggoyang-goyangkan ekor dan pantatnya. Sekali-sekali ia memutar arah payung. Tak sekejap pun ia membiarkan sinar matahari menerpa sang mempelai.

Angin yang bertiup membangunkan pepohonan. Dengan melambaikan daunnya mereka berharap agar putra-putri raja itu berteduh di bawahnya. Pohon pisang yang berdaun lebar memperkeras lambaiannya.

Beruntung benar dia, karena pasangan mempelai itu memilih beristirahat di bawahnya. "Di sini saja, Adinda," kata putra raja sambil menarik tangan istrinya. "Tempat ini sangat teduh dan angin berdesir lembut," katanya lagi. Sang putri menurut saja. Tak lama kemudian desir angin halus itu membuat pasangan mempelai itu mengantuk.

"Narasuma!" kata putra raja kepada pengawalnya. "Kami mau tidur di bawah pohon pisang ini. Jagalah agar tak ada yang mengganggu!" "Siap, Tuanku!" jawab kera itu sambil memperbaiki sikap berdirinya.

"Kamu bisa memainkan pedang?" tanya putra raja lagi. "Pakailah pedangku. Tebas saja setiap hewan yang menggangguku!"

"Siap, Tuanku!" jawab Narasuma sambil mengulum senyum. Ia ingin sekali menunjukkan bahwa ia mahir memainkan pedang. Dipegangnya pedang itu, diputar-putarnya, lalu ia berdiri dengan sigap. "Di negeri ini hanya Narasuma yang dipercaya menjaga keamanan pangeran dan permaisurinya," katanya di dalam hati. Pohon pisang, rumpun bambu, bunga bakung dan bunga-bunga lainnya tertawa cekikikan melihat tingkah laku kera yang angkuh itu. Burung-burung yang sejak tadi mengintai gerak-gerik kera itu, bersahut-sahutan dan mempergunjingkan kera yang lucu itu.

Ketika kedua mempelai itu tertidur lelap, datanglah sepasang lalat hijau. Lalat itu pun ingin beristirahat di tempat itu.

"Kita duduk di mana?" tanya lalat betina kepada lalat jantan.

"Di tempat yang lembut ini," jawab lalat jantan sambil menginjakkan kaki di leher permaisuri. Lalat betina pun segera bertengger di leher putra raja. Nyaman benar, pikirnya. Kedua lalat itu bebas mempermainkan kulit yang halus itu. Sekali-sekali mereka terbang lalu hinggap kembali. Kemudian dengan mulutnya yang tajam, mereka menggelitik leher yang lembut itu. Ketika si Narasuma melihat tuannya menggeliat geliat, ia segera mendekat.

Didapatinya dua ekor lalat sedang menggelitik kedua leher mempelai itu. Timbul amarahnya. Ia menggertak kedua lalat itu. Tetapi lalat itu bandel benar. Mereka tidak mau beringsut bahkan memperkeras gelitikannya. Sambil mengangkat pedang, Narasuma mengancam akan membunuh kedua lalat itu. Tetapi lalat-lalat yang nakal itu tidak mengerti ancaman itu.

Pengawal yang patuh itu tersinggung. Ia tidak mau dituduh lengah dan tidak bertanggungjawab. Membiarkan lalat menyentuh tubuh raja, sama halnya dengan menghina seluruh kerajaan, pikirnya.

Dengan kedua tangannya Narasuma memegang pedang itu erat-erat. Lalu secepat kilat mengayunkan pedang itu ke arah lalat yang sedang menggelitik. Secepat kilat pula kedua lalat itu terbang tak tentu arah.

Walaupun kedua lalat itu tidak kena tebas, Narasuma tetap bangga. Pikirnya, ia telah membuktikan kemahirannya bermain pedang. Ia telah membuat kedua lalat itu jera. Dan ia telah menjaga keselamatan pangeran dan permaisurinya.

Namun setelah ia menoleh majikannya, ia menangis meraung raung. Kedua leher mempelai itu putus karena tebasan pedang si Narasuma. Bunga-bunga yang sejak tadi bergoyang-goyang kini merunduk. Demikian pula burung-burung. Mereka termangu sambil mengumpat tindakan kera yang bodoh itu.


Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita fiksi tersebut adalah setiap perbuatan yang dilakukan sebaiknya dicermati terlebih dahulu. Hal tersebut untuk mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan. Setiap keputusan yang dilakukan memiliki dampak positif dan negatif. Kepercayaan yang diberikan hendaknya dianggap sebuah kepercayaan yang wajib dilakukan dengan penuh pengabdian bukan untuk meningkatkan jati diri atau ego semata.

Terima kasih sudah berkunjung dan membaca cerita fiksi insfirasi yang berjudul “Narasuma Sang Pengawal”. Semoga dengan adanya cerita fiksi tersebut dapat memberikan sebuah hikmah positif bagi kita semua dan semoga memberikan pembelajaran bermakna.

Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas situs www.liangsolusi.com ini. Semoga postingan yang disajikan bermanfaat untuk kita semua.

Mari berkolaborasi dan tebarkan perilaku baik dengan membagikan postingan ini di media sosial kalian! Budayakan meninggalkan komentar dan sebarkan jika bermanfaat setelah membacanya.

0 comments:

Posting Komentar